musik

Jumat, Juni 04, 2010

Da Vinci Code by Dan Brown - Bahasa Indonesia

0


Biarawan Sion adalah organisasi nyata sebuah masyarakat rahasia Eropa yang didirikan pada tahun 1099. Pada tahun 1975, Perpustakaan Nasional di Paris menemukan sebuah perkamen yang dikenal sebagai Les Dossiers Secreu, yang mengidentifikasi sejumlah anggota Biarawan Sion, yang mencakup nama-nama seperti Sir Isaac Newton, Botticelli, Victor Hugo, dan Leonardo Da Vinci.


Prelatur Vatikan yang dikenal sebagai Opus Dei adalah sebuah sekte Katolik yang amat taat, yang telah menjadi bahan kontroversi baru-baru ini berkenaan dengan adanya berbagai laporan mengenai kegiatan cuci otak, pemaksaan, dan sebuah praktik berbahaya yang dikenal sebagai eorporal mortification, "penistaan jasmaniah". Opus Dei baru saja menyelesaikan pembangunan Markas Besar Nasional seharga $ 47 juta di 243 Lexington Avenue, New York.


Semua deskripsi karya seni, arsitektur, dokumen, dan ritus rahasia dalam novel ini adalah akurat.


Museum Louvre, Paris
10:46 Malam

KURATOR TERKENAL Jacques Sauniere menatap jauh melintasi selasar berongga Galeri Agung Museum Louvre. Ia menerjang lukisan terdekat yang dapat ia lihat, lukisan Caravaggio. Dengan men­cengkeram bingkai bersepuh emas itu, lelaki berusia 76 itu merenggutkan mahakarya itu ke arah dirinya. Lukisan itu terlepas dari dinding, dan Sauniere terjengkang di bawah kanvasnya.

Seperti yang telah ia perkirakan, gerbang besi jatuh bergemu­ruh di dekatnya, menghalangi pintu masuk ke ruangan suite itu. Lantai parket bergetar. Di kejauhan, sebuah alarm mulai berdering.

Sang kurator terbaring sebentar, tersengal-sengal, mengum­pulkan tenaga. Aku masih hidup. Ia merangkak keluar dari bawah kanvas, dan memindai ruangan seperti gua itu, mencari-cari tem­pat untuk sembunyi.

Seseorang bicara, dekat dan mengerikan. "Jangan bergerak!" Dengan bersitumpu pada lutut dan tangannya, sang kurator membeku, perlahan memalingkan kepalanya ke arah suara itu. Hanya lima belas kaki jauhnya di luar gerbang yang tertutup, sebuah siluet raksasa dari penyerangnya menatap menembus jeruji besi. Lelaki itu sangat lebar dan tinggi, dengan kulit sepucat hantu, dan uban tipis di rambutnya. Bola matanya tampak merah muda, dengan pupil berwarna merah gelap. Si albino mencabut pistol dari jasnya, dan membidikkan moncongnya melewati jeruji, langsung kepada sang kurator. "Kau mestinya tak lari." Aksennya sukar ditentukan dari mana asalnya. "Sekarang, katakan di mana."

"Sudah kukatakan," sang kurator cergagap berlutut tak berdaya di lantai galeri. "Aku sama sekali tak mengerti apa yang kaubicarakan!"

"Kau bohong." Lelaki albino itu menatapnya, benar-benar tak bergerak, kecuali gerakan matanya yang seperti hantu. "Kau dan kelompok persaudaraanmu memiliki sesuatu yang bukan hak kalian."

Sang kurator merasakan desiran adrenalin. Bagaimana mungkin ia tahu hal ini?

"Malam ini, para pengawal yang benar-benar berhak akan dipulihkan hak-haknya. Katakan di mana benda itu tersembunyi, dan kau akan hidup." Lelaki itu memakukan pistolnya ke arah kepala sang kurator. "Apakah itu sebuah rahasia yang mesti kau jaga sampai mati?"

Sauniere tak dapat bernapas.

Lelaki itu memiringkan kepalanya, mengintip lewat barel pistolnya.

Sauniere menyilangkan tangannya, mencoba melindungi diri. "Tunggu," katanya perlahan. "Akan kuberi tahu apa yang ingin kau tahu." Sang kurator lalu mengucapkan kata-kata berikutnya dengan hati-hati. Kebohongan yang ia ucapkan itu telah dilatihnya berulang-ulang ... setiap kali melatihnya, ia berdoa agar tak akan pernah menggunakannya.

Ketika sang kurator usai bicara, penyerangnya tersenyum dengan angkuh. "Ya. Ini persis seperti kata yang lain padaku." Sauniere menggigil. Yang lain?

"Aku menemukan yang lain juga," lelaki besar itu menggoda. "Ketiga-tiganya. Mereka membenarkan apa yang baru saja kau katakan."

Tak mungkin! Identitas sejati sang kurator, bersama dengan identitas ketiga senechaux-nya, nyaris sama sucinya dengan rahasia kuno yang mereka jaga. Sauniere kini menyadari bahwa para senechaux-nya, dengan menaati sebuah prosedur yang ketat, telah memberikan dusta yang sama sebelum mati. Ini adalah bagian dari protokol.

Si penyerang itu mengarahkan pistolnya lagi. "Ketika kau mati, aku akan menjadi satu-satunya orang yang mengetahui ke­benaran tersebut."

Kebenaran. Dalam sekejap, sang kurator menyadari kengerian sesungguhnya dari situasi ini. Jika aku mati, kebenaran akan lenyap selamanya. Secara instingtif, ia mencoba untuk merangkak lari, mencari perlindungan.

Pistol menyalak, dan sang kurator merasakan panas yang me­nyengat ketika peluru itu membenam ke dalam perutnya. Ia ter­sungkur ... berjuang melawan rasa sakit. Perlahan, Sauniere ber­guling dan menatap balik pada penyerangnya melalui jeruji besi. Si penyerang kini berancang-ancang meletupkan tembakan mematikan ke kepala Sauniere.

Sauniere menutup matanya. Pikirannya adalah pusaran beliung rasa takut dan sesal.

Suara klik dari magasin yang kosong bergema melintasi koridor.

Mata sang kurator membuka cepat.

Si lelaki besar melirik senjatanya, memandangnya dengan hampir-hampir terhibur. Ia menjangkau klip kedua, tapi kemudian tampak menimbang ulang, menyeringai dengan tenang pada isi perut Sauniere. `Aku sudah selesai."

Sang kurator memandang ke bawah, dan melihat lubang peluru pada kemeja linen putihnya. Lubang itu dikicari oleh sebuah lingkaran darah yang kecil, beberapa inci di bawah tulang da­danya. Perutku. Peluru icu meleset dari jantungnya. Sebagai seorang veteran dari La Guerre d' Algerie, sang kurator telah menyaksikan kematian yang mengerikan seperti ini. Ia akan bertahan selama lima belas menit, ketika asam-asam lambungnya merembes ke dalam rongga dadanya, meracuninya dari dalam perlahan-lahan. "Rasa sakit itu baik, Monsieur," ujar si lelaki besar.

Kemudian dia pergi.

Kini sendirian, Jacques Sauniere memalingkan lagi tatapannya ke gerbang besi. Dia terperangkap, dan pintu-pintu tak akan dapat dibuka kembali paling tidak untuk dua puluh menit lagi. Saat siapa pun mencapai tubuhnya, ia sudah mati. Namun demikian, rasa takut yang sekarang mencengkeram dirinya jauh lebih besar daripada rasa takut akan kematiannya sendiri.

Aku harus mewariskan rahasia ini.

Sambil menatap kakinya, dia membayangkan ketiga saudara seperkumpulannya yang telah mati. Dia berpikir tentang generasi demi generasi yang telah hidup sebelum mereka ... tentang misi yang telah dipercayakan kepada dirinya dan para saudaranya iru. Sebuah rantai pengetahuan yang tak pernah putus.

Kini, lepas dati segala tindakan berjaga-jaga ... lepas dari segala pengamanan data ... Jacques Sauniere tiba-tiba telah menjadi satu-satunya mata rantai yang tersisa, satu-satunya penjaga dari sebuah rahasia paling kuat yang pernah ada.

Gemetar, dia merengkuh kakinya. Aku harus menemukan sebuah cara ....

Ia terperangkap di dalam Galeri Agung, dan hanya ada satu orang di muka bumi yang dapat ia wariskan obor rahasia ini. Sauniere menatap ke atas, ke dinding-dinding dari penjaranya yang luar biasa ini. Sebuah koleksi dari lukisan-lukisan paling terkenal di dunia tampak seakan tersenyum menatap ke bawah, kepada dirinya, bagai sahabat-sahabat lama.

Dengan mengatupkan geraham menahan sakit, ia menghim­pun segala daya dan kekuatan yang masih dia miliki. Dia tahu, tugas yang mendesak di hadapannya membutuhkan setiap detik dari sisa hidupnya.

download

No Response to "Da Vinci Code by Dan Brown - Bahasa Indonesia"

Posting Komentar